"Habis Gelap Terbitlah Terang" Begitu semangat juang Kartini yang tercurah dalam surat-surat monumentalnya. Sebuah cita-cita luhur yang menginspirasi perempuan-perempuan di seluruh dunia untuk memperjuangkan hak-haknya, utamanya di bidang pendidikan sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan kaum-kaum patriarki. Kartini muda yang hidup di lingkungan tradisi Jawa kental itu merasa bahwa perempuan-perempuan Indonesia diperlakukan secara tidak adil lantaran tak diperkenankan menempuh pendidikan tinggi. Wanita dalam era itu hidup dalam "kegelapan" lantaran tak disinari cahaya ilmu yang mampu membuka jendela-jendela pemikirannya. Kaki-kaki mereka diikat oleh cengkeraman tradisi yang memaksanya menikah di usia yang sangat dini; 12 tahun, lalu mengurung mereka di sangkar-sangkar rumah demi melayani suami dan anak. Wilayah "kekuasaan" perempuan seolah hanya terbagi atas tiga bagian saja; kasur (ranjang), sumur (kamar mandi), dan dapur. Padaha