Hari-hari setelah
November adalah hari-hari paling menyesakkan untukku, sebab statusku telah
berubah dari yang semula karyawan menjadi tidak bekerja alias menganggur. Waktu yang terus berjalan menuju pertengahan
Desember membuat perasaanku semakin gundah gulana. Ke mana lagi harus mencari
pekerjaan? Tak hanya aku, Mama, Papa, Mba, semua ikut merasakan kegundahan yang
tak kunjung berakhir. Mba Arum menghubungi siapa saja yang mungkin memiliki
info lowongan. Begitupun Mama dan Papa.
Kepala Mama mendadak
sering pusing memikirkan nasibku, sampai beliau chek up ke rumah sakit dan
dokter mendiagnosa: darah tinggi. Mama mulai berpikir macam-macam, mencontohkan
pelanggannya yang meninggal secara mendadak karena darah tinggi, membuatku
merasa menjadi ‘penyakit’ bagi ancaman kematian Mama.
14 Desember 2015 adalah
hari kelahiranku, tetapi aku sama sekali tidak peduli. Bahkan ketika Mama
memberikan kado untukku, aku sama sekali tidak excited. Sambil mengucap terima
kasih, aku menyeletuk dalam hati: ini bukan hari istimewa untukku atau
siapapun.
15 Desember 2015, sore
hari pukul 14.30, aku mengecek ponsel dan mendapati dua panggilan tak terjawab
oleh nomor asing. Who is? Dengan
pulsa 950 perak, aku nekad menelepon nomor yang berbeda operator tersebut dan… “Hallo?
Mba Farah?” “Ya?” “Kami dari Ai Si A: Si Mba?” “Apa?” “Ai Si A: Si.” “Apa?”
Tuttt… Tutt… Hehe. Pulsa habis.
Akhirnya, nomor
tersebut menelepon balik. “Hallo, kami dari ICRC Mba.” “Oh, ICRC.” Prakk…
ternyata dari tadi si penelepon mengeja pakai bahasa Inggris toh. Hadeh,
ketahuan deh nggak bisa bahasa Inggris. “Mba sudah tahu kabarnya ‘kan?” “Eh,
kabar apa ya Pak?” “Mba Farah mendapat juara harapan dan kami undang untuk
menghadiri malam penganugerahannya tanggal 18 besok. Untuk penginapan kami
sudah menyediakan kamar hotel dan transport akan kami ganti. Rencana mau naik
apa?” Gubrak. Naik delman? Belum juga pesen tiket. “Maaf, Pak, saya belum bisa
memastikan mau naik apa.” “O, begitu. Ya sudah, nanti kalau sudah pasti, kabari
saya ya!” “Baik, Pak.”
Kalau tidak ingat di
belakang rumah ada pesantren dan masjid, saat itu juga aku ingin berteriak.
Woy, aku menang lagi! Yeay! Ini baru hari istimewa. Singkat cerita, esoknya
kita pesan tiket dan setelahnya menemani Mama ke pasar. Mau tahu apa yang terjadi
di pasar? Mama menceritakan kemenanganku kepada semua yang dikenalnya.
“Eh, putrinya ikut,
sedang liburan apa?” Tanya si penjual.
“Libur terus, Bu, orang
lagi nganggur.”
“Oh.”
“Tapi walaupun
nganggur, tetap menghasilkan duit. Ini besok mau ke Jakarta, ngambil hadiah.”
“Hadiah undian apa?”
“Bukan. Menang
kompetisi blog. Kemarin-kemarin juga sering menang, tapi tidak bisa hadir di
acara penganugerahan hadiah karena bekerja. Sekarang mumpung nganggur, jadi
bisa hadir.”
Tentu saja semua orang
tercengang mendengar nominal hadiah dari setiap perlombaan yang pernah aku menangkan,
sehingga hari itu aku merasa menjadi kebanggan Mama. Awal tahun 2016 besok, aku
ingin memberikan kado spesial untuk Mama berupa kemenanganku di kompetisi blog
yang diadakan oleh Moxy.
Semoga berhasil. Amin.
Semoga berhasil. Amin.
mba farah selamat, semoga makin sukses dengan tulisan=tulisanya. aamiin
BalasHapusMakasih Mba Wul. Kamu juga ya, baik-baik di sana.
HapusSemoga berhasil menang di Lomba Moxy ya Farah :)
BalasHapus#Semangat!
Amin, hehe... Iseng-iseng aja, Rinta...
Hapus