www.masjid.asia |
"Artikel ini memenangkan kompetisi blog ICRC 2015"
“Sesungguhnya
kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkurbanlah.”
Banyak makna yang dapat
dipetik dari bunyi perintah Allah dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2 tersebut. Pertama, Allah mengingatkan manusia
perihal nikmat yang telah diberikan oleh-Nya berupa kesehatan, keselamatan,
ketentraman, dan kecukupan rezeki. Kedua,
perintah untuk melaksanakan shalat sebagai wujud rasa syukur terhadap nikmat
yang telah diberikan oleh-Nya. Ketiga,
perintah untuk menyisihkan sebagian rezeki dengan cara berkurban.
Setiap tahun, setiap jiwa
yang merasa memiliki kecukupan materi berbondong-bondong untuk menunaikan
kewajibannya sebagaimana tertulis dalam firman Allah tersebut, dan tahun lalu
Budhe Sri berkesempatan untuk melaksanakannya. Seekor sapi gemuk dan sehat
menjadi pilihan Budhe untuk dikurbankan.
Bangga? Pasti. Karena dari milyaran
orang di dunia, hanya sebagian kecil yang memiliki cukup uang untuk membeli
satu ekor sapi gemuk dan sehat seperti itu. Dan dari sebagian kecil itu, hanya
segelintir saja yang memenuhi kewajibannya untuk berkurban. Dan dari segelintir
itu, hanya sekelumit yang menunaikannya dengan ikhlas lillahi ta’ala. Semoga Budhe Sri menjadi salah satu dari sekelumit
tersebut. Amin.
Berbicara mengenai ikhlas, ada
cerita kurang menyenangkan ketika turut ambil bagian dalam proses pelaksanaan pemotongan
daging kurban. Kecurigaan bermula saat daging kurban dikemas ke dalam kantong kresek
dan petugas tengah menyusun daftar calon penerima daging. Ketika itu, beberapa
orang-dengan inisiatif sendiri-mengambil satu bahkan lebih kantong kresek berisi
daging dan membawanya pulang ke rumah masing-masing. Mereka umumnya orang-orang
yang membantu memotong daging atau ‘penonton’ yang ikut menyaksikan pemotongan
daging. Padahal semestinya pembagian baru dilakukan setelah pengemasan daging
selesai, itupun hanya boleh dilakukan oleh petugas. Tetapi sekali lagi, mereka
memiliki inisiatif untuk mengambil hak mereka sendiri.
Keruwetan semakin terasa
ketika salah seorang pejabat desa berbisik-bisik kepada pejabat desa lainnya. Jika
memang tidak ada ‘sesuatu’, untuk apa berbisik-bisik sementara kami berada di
sekitar mereka? Lebih-lebih yang dibicarakan hanyalah daftar penerima daging? Saya
ingin segera pulang ketika menyaksikan mereka tidak henti-hentinya merampas
daging dengan sakpenake dhewek. Perasaan
bad mood semakin menyergap ketika para
petugas meminta honor tambahan atas bantuan yang telah dilakukan. Saya sampai
beristighfar berulang kali melihat pemandangan tersebut, bahkan berinisiatif
mengangkut daging kurban ke mobil. Bukan untuk saya, tetapi untuk saudara-saudara
yang masuk ke dalam daftar calon penerima daging.
Kejadian itu membuat saya
berpikir, akankah Idul Adha serupa ajang ‘festival daging’ tahunan? Pantaskah seruan
Tuhan hanya meninggalkan bekas kotoran hewan dan bercak darah bagi umat manusia
di seluruh dunia?
Refleksi Idul Adha dan
Kaitannya Pada Dua Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Sebagai seorang muslim, saya
meyakini bahwa tak satupun ajaran Islam yang tidak berguna. Semua ajaran yang
terkandung di dalam Al Quran dan As Sunah pasti mengandung banyak kebaikan dan
hikmah, baik untuk diri sendiri maupun orang banyak, salah satunya adalah
perintah untuk berkurban.
Kemanusiaan
Salah satu pelajaran yang
dapat saya petik dari kejadian Kurban tahun lalu adalah kenyataan bahwa
masyarakat kita memiliki kecenderungan sifat tamak. Buktinya mereka sampai menghilangkan
rasa malu demi mengumpulkan daging sebanyak-banyaknya yang belum menjadi hak
mereka, bahkan bisa jadi itu sama sekali bukan hak mereka. Jelas sikap semacam
ini menjadi sumber kehinaan bagi diri mereka sendiri, seperti kata Syech
Atho’illah Asy-Syakandary dalam bukunya Al-Hikmah, “Tidak akan berkembang biak berbagai cabang kehinaan itu, kecuali di
atas bibit ketamakan.” Rasulullah bahkan menyebutkan kerugian yang didapat
oleh orang-orang yang memiliki sifat tamak dalam salah satu hadisnya, “Ketamakan menghilangkan hikmah (kearifan)
dari kalbu para ulama.”
Mengapa ketamakan menjadi
sumber kehinaan dan menghilangkan hikmah? Dalam realita kehidupan berbangsa, kita
sering mendapati pejabat pemerintah yang melakukan tindak korupsi. Perbuatan
‘merampas’ harta rakyat tersebut tentu bukan karena mereka tidak memiliki
penghasilan, bahkan bisa dikatakan gaji, tunjangan dan fasilitas yang mereka
dapatkan sudah sangat berlebih. Tetapi mengapa mereka masih saja merampas hak
rakyat? Jawabannya jelas, karena mereka memiliki sifat tamak. Manusia semacam
ini selalu merasa ‘kurang’ dengan apa yang dimilikinya. Mereka tidak pernah
puas dan selalu memikirkan cara untuk mendapatkan yang ‘lebih’, meski harus melalui
cara yang hina seperti merampas hak orang lain.
www.merdeka.com |
Dalam lingkup yang lebih
besar, perampasan kekayaan alam oleh suatu negara kepada negara lainnya juga
merupakan contoh nyata ketamakan suatu bangsa. Negeri kita pernah menjadi salah
satu korbannya. Selama ratusan tahun, Belanda merampok kekayaan alam bumi
pertiwi tanpa mempedulikan kesengsaraan rakyat. Kelaparan yang berujung
kematian, peperangan yang berdampak pada hancurnya infrastruktur dan jatuhnya
korban tidak sedikitpun mengetuk nurani mereka karena sifat ketamakannya.
http://www.portalsejarah.com |
Dari dua contoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa para ‘perampok’ tersebut adalah manusia yang tidak
memiliki jiwa kemanusiaan. Barangkali ada, tetapi jiwa kemanusiaan itu termakan
oleh sifat tamak yang mendominasi akal dan nuraninya. Itulah mengapa sifat tamak
menjadikan seseorang hina di mata manusia dan Tuhannya, serta menghilangkan
kearifan dari dalam nuraninya.
Perintah berkurban pada
dasarnya mengingatkan manusia bahwa rezeki yang dilimpahkan kepadanya bukan
semata-mata untuk ditimbun, melainkan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan selebihnya
untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Simbol ‘daging kurban’ adalah
petunjuk bahwa sebagian masyarakat kita masih hidup di bawah garis kemiskinan
sehingga untuk sekedar mengkonsumsi daging saja sangat sulit. Di situlah esensi
perayaan Idul Adha yang sesungguhnya. Untuk memantik semangat kemanusiaan umat
Islam dalam upaya pementasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Bukan sekedar mengenyangkan perut orang miskin di hari raya Kurban, tetapi
membiarkan mereka kelaparan sesudahnya.
Kesukarelaan
Pelajaran lain yang saya
petik dari perayaan Kurban tahun lalu adalah kenyataan bahwa masyarakat kita sangat
‘pelit’. Bukan hanya pelit berkurban daging, tetapi lebih dari itu pelit menyumbangkan
tenaga dan waktu, meskipun dalam urusan peribadatan kepada Allah. Ibadah yang
saya sebutkan di sini bukan ritual semacam shalat atau membaca Al Quran,
melainkan peribadatan yang bersifat sosial-untuk kepentingan banyak orang.
Mereka seolah hanya akan melakukan sesuatu apabila mendapat kompensasi berupa
duit, padahal mereka bisa mendapatkan kompensasi yang jauh lebih besar, yaitu pahala
dan kasih sayang Allah. Karena bagaimanapun, berkurban adalah perintah
dari-Nya. Dan karena mereka belum mampu berkurban, membantu proses pemotongan
dan pembagian daging kurban tentu memiliki jatah pahala tersendiri. Tetapi
sepertinya kompensasi Allah menjadi kurang menarik bila dibandingkan
berkantung-kantung plastik berisi daging dan lembaran uang.
guraru.org |
Kurban benar-benar hanya
menyisakan bercak darah tanpa meninggalkan jejak hikmah atau pemutar kisah
teladan Nabi Ibrahim dan Ismail. Bersimbahnya darah pada saat penyembelihan
hewan Kurban pada dasarnya mengingatkan manusia untuk mengorbankan hidup mereka
di jalan Allah. Seperti halnya pengorbanan Nabi Ismail yang rela disembelih sebagai
wujud ketaatan terhadap perintah-Nya. Begitupun pengorbanan yang dilakukan Nabi
Ibrahim. Keimanan dan ketakwaan terhadap Sang Khalik mengalahkan kecintaannya
terhadap dunia, termasuk terhadap putera kandung yang telah dinantikan selama
bertahun-tahun lamanya.
Pengorbanan dan kesukarelaan
Ibrahim-Ismail semata-mata karena Allah inilah yang mendesak untuk kita
teladani. Mengapa mendesak? Sebab bangsa Indonesia tengah berada dalam masa
krisis, tak hanya di bidang ekonomi, namun juga moral dan intelektualitas, Pembunuhan,
perampasan hak, pelecehan seksual, narkoba adalah realita-realita kehidupan
yang masih dan akan selalu menjadi cerita bersambung selama masyarakatnya hanya
peduli kepada dirinya sendiri, tamak, dan materialistis.
Padahal Allah telah berpesan
di dalam surat Al-Munaafiquun, “..janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang berbuat demikian maka mereka itu orang-orang yang merugi.” Lalu
berpesan lagi dalam surat Al-Kahfi ayat 46, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Allah juga memerintahkan
umat-Nya untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Seperti yang terkandung dalam
surat At-Taubah ayat 41, “Berangkatlah
kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.” Bahkan Rasulullah memperingatkan orang-orang
yang hanya peduli kepada dirinya sendiri dalam sebuah hadis, “Sungguh siapa yang tidak memperhatikan
masalah umat Islam, maka bukanlah dari golongan mereka.”
Ke depan, semoga perayaan
Idul Adha bukan lagi sekedar ‘festival daging kurban’, namun lebih dari itu menjadikan
semangat pengorbanan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia. Semangat yang
dilandasi keimanan, kecintaan, dan ketakwaan terhadap Sang Khalik dengan hanya
mengharapkan keridhaan dari-Nya. Wallahu
A’lam.
Tulisan ini disertakan dalam
lomba #70thICRCid.
Referensi:
Ali, M. Syamsi. Idul Adha dan Realita Ummat. http://www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/tarbiyah3/tarbiyah/tar-1103.htm.
14 September 2015.
Setiawan, M. Rendi. 2014. Pelajaran dari Hari Raya Kurban
Idul Adha. http://mirajnews.com/id/artikel/tausiyah/pelajaran-dari-hari-raya-kurban-idul-adha/.
14 September 2015.
Keren sistematika ikhlasnya :)
BalasHapusTerima kasih.
HapusSemoga tahun depan dan berikut-berikutnya bisa ikut berkurban :)
BalasHapusAmin, semoga diluaskan rezeki dan dimantapkan niatnya.
HapusMasyaAllah bermanfaat sekali fah coretannya :)
BalasHapusAlhamdulillah, Wid. Amin..... Makasih dah mau baca artikelku, semoga ada hikmah yang bisa diambil, ya.
Hapusajiib dah, temanku ada yg jd penulis beneran.. ;)
BalasHapusmasih belajar.... terima kasih dah berkunjung ke blogku kawan...
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusuntuk program menabung dan membeli hewan kurban online yang pasti terpercaya bisa kunjungi website akadbaiq.com
BalasHapus