Langsung ke konten utama

Sebelum Jakarta Menjadi Atlantis Kedua



"Karya ini menjadi Juara Kedua dalam ajang lomba Blog Aetra 2015."

Will Jakarta Be The Next Atlantis? Pertanyaan Nicola Colbarn dalam judul tulisannya tersebut menggelitik saya. Apa yang membuat Colbarn sebegitu takut kalau ibukota negara kita akan bernasib sama seperti Atlantis? Dia menjawab dalam uraian tulisannya. Seperti dikutip Kompas.com, Colbarn menyatakan jika pemanfaatan berlebihan tidak dapat dihentikan dan pemerintah tidak menjalankan komitmennya terhadap penggunaan air tanah yang berkelanjutan, Jakarta akan menjadi Atlantis Kedua, tenggelam dan hilang. 

edisinews.com


Waduh, terus nanti ibukota NKRI pindah kemana dong? Surabaya? Bandung? Atau ke kota kelahiran saya, Kebumen? Kalau masih di Pulau Jawa sih tidak begitu kentara karena masih lumayan dekat. Nah, kalau pindahnya ke luar jawa seperti Papua misalnya, jadi jauh banget ‘kan?

Hallah, itu sih bisa-bisanya si Colbarn saja. Jakarta tidak mungkin sampai tenggelam, palingan banjir seperti biasanya. Jangan berlebihan deh! Eits, jangan salah! Jika menilik fakta bahwa 40 persen atau 24 ribu hektar tanah di Jakarta berada di bawah permukaan laut dan penurunan muka tanah secara drastis setiap tahunnya, maka ketakutan Colbarn sangatlah berdasar. Ketakukan yang semestinya menjadi kewaspadaan bagi kita semua, terutama warga ibukota.

Stop Penggunaan Air Tanah Jakarta

Presiden Direktur PT Aetra Jakarta, Mohammad Selim seperti dilansir Kompas.com, mengatakan bahwa penurunan air tanah Jakarta rata-rata 5 sentimeter, dan terbesar mencapai 9,89 sentimeter di kawasan Pantai Indah Kapuk. Penyebabnya, tidak lain karena pengambilan air tanah Jakarta secara berlebihan.

Penelitian yang dilakukan Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) dan Miami University juga menyebutkan bahwa penurunan muka tanah di Pulau Jawa terjadi akibat penggunaan air tanah secara besar-besar di kawasan industri. Dalam penelitiannya, JSDS sekaligus menyontohkan negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat yang berhasil menghentikan penurunan muka tanah dengan menyetop penggunaan air tanah. Tuh ‘kan, terbukti. Ayo Indonesia, jangan hanya mencontek gaya hidup yang jelek saja! Contohlah hal-hal baik yang sudah dilakukan negara-negara maju di dunia, salah satunya dengan menyetop penggunaan air tanah. Setuju?

Pada dasarnya, pemanfaatan air tanah memang baru boleh dilakukan apabila cadangan air permukaan sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Begitupun penggunaannya tidak boleh melebihi batas aman yang telah ditentukan, yakni 60 juta meter kubik pertahun. Akan tetapi diukur dari jumlah penduduknya yang mencapai 9 juta orang, rata-rata kebutuhan air dan kemampuan layanan air leding perpipaan, maka minimal pemanfaatan air tanah Jakarta mencapai 270 juta meter kubik pertahun, jauh di atas batas aman pengambilan air tanah.

Eksploitasi air tanah ini akan memberikan dampak pada penurunan muka air tanah yang menjadi salah satu pemicu turunnya muka tanah di wilayah Jakarta, rusaknya siklus hidrologi, tandusnya tanah, menurunnya kualitas air tanah akibat pergerakan air laut (intrusi) yang cepat dari utara ke selatan serta meningkatnya volume banjir pada musim hujan. Belum lagi permasalahan limbah cair rumah tangga yang mencemari sebagian besar air tanah Jakarta. Pemantauan dari BPLH, seperti dilansir viva.co.id, sekitar 85 persen sumur di Jakarta tercemar bakteri Escherichia Coli yang berasal dari rembesan septic tank. Ini artinya, sebanyak 85 persen warga Ibukota mengkonsumsi air yang sudah terkontaminasi limbah kotoran manusia. Duh, membayangkan saja sudah jijik, apalagi meminumnya?

Menggunakan Aetra Berarti Menyelamatkan Air Tanah Jakarta

Prediksi mengenai tenggelamnya Jakarta di tahun 2030 memang menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk Pemprov DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Terbukti semenjak tahun 2014, beliau memberikan larangan tegas kepada masyarakat Ibukota, khususnya para pelaku industri untuk tidak lagi menggunakan air tanah Jakarta. Beliau bahkan tengah mempersiapkan perda mengenai larangan tersebut. Nah lho, masih berani menggali sumur untuk mendapatkan sumber air baku? Awas, saya laporkan ke Pak Ahok nih! Hehe... Sebagai gantinya, beliau meminta semua rumah menggunakan air bersih perpipaan.

Sebagai salah satu perusahaan penyedia layanan air bersih perpipaan, menjadi pelanggan Aetra berarti ikut menyelamatkan air tanah Jakarta. Memang ada hubungannya? Ada dong! Aetra ini tidak mengambil air bawah tanah sebagai sumber bahan bakunya, melainkan air permukaan yang berasal dari Waduk Jatiluhur yang dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat. Jadi, semakin banyak warga Ibukota yang menggunakan air bersih perpipaan Aetra, semakin banyak penghematan air tanah yang dilakukan. Secara tidak langsung, pelanggan Aetra turut serta dalam upaya menyelamatkan air tanah Jakarta. Sederhana memang, tapi berdampak luas bukan?

http://www.aetra.co.id


Kualitas airnya terjamin nggak tuh? Di sepanjang aliran sungai Jakarta ‘kan banyak sampah. Tenang, air baku yang sampai di Instalasi Pengolahan Air Aetra di Jakarta akan masuk ke saringan kasar dan halus untuk membersihkan sampah-sampah yang mencemari air baku tersebut. Selanjutnya, air melalui proses flokuasi dan sedimentasi dimana kotoran yang tersisa di dalam air akan membentuk flok dan mengendap menjadi lumpur di kolam sedimentasi. Air akan kembali disaring dan diberi Klorin untuk membunuh kuman. Setelah bersih, barulah air tersebut dialirkan ke rumah-rumah pelanggan.

Kalau sesampainya di rumah pelanggan ternyata kualitas airnya menurun bagaimana? Santai, Aetra selalu memonitor kualitas air yang diproduksi setidaknya 1.000 sampel air dari 40 titik lokasi yang berbeda. Jadi kalau semisal kualitas airnya menurun, pihak Aetra segera mengetahuinya.

Masih butuh bukti? Nih, saya tunjukan sertifikasi internasional yang telah didapatkan Aetra dari Lloyd Register Quality Assurance (LRQA) untuk bidang Sistem Manajemen Kualitas berikut:

http://www.aetra.co.id


Mengolah Limbah Cair

Selain mencemari air tanah Jakarta, limbah cair juga banyak mencemari air permukaan dimana sebagian besar warga membuang limbah cair ke sungai atau sumber air lainnya. Padahal jika diolah, limbah cair bisa dimanfaatkan kembali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang telah dilakukan oleh Aetra. Melalui Directorat Planning dan Development, Aetra menciptakan Sistem Pengolahan Lumpur Decanter yang hasilnya akan digunakan sebagai tambahan pasokan air baku untuk proses produksi.

rri.co.id


Membuat Lubang Biopori

Selain mampu mengatasi masalah banjir dan mengurangi volume sampah organik, lubang resapan biopori juga bermanfaat untuk meningkatkan jumlah (volume) peresapan air ke dalam tanah. Dengan meningkatnya resapan air ke dalam tanah, maka ketersediaan air tanah akan semakin banyak. Sebaliknya, apabila tidak diisi kembali cadangan air bawah tanah akan terus berkurang akibat keluar sebagai mata air, menguap pada lahan terbuka dan evapotranspirasi pada lahan pertanian.

ksmsadar.blogspot.com


Upaya-upaya di atas sangat mendesak dilakukan mengingat upaya pemulihan air tanah Jakarta tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, melainkan membutuhkan proses yang cukup panjang. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Mau nunggu sampai Jakarta menjadi legenda Atlantis Kedua? Jika bukan aku dan kamu, siapa lagi? Yuk, selamatkan air tanah Jakarta bersama Aetra!


Komentar

  1. Oh. :))

    Tapi apa pun itu bentuknya, semoga banjir Jakarta segera teratasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.. semoga Jakarta bisa menjadi cermin yang baik bagi bangsa. Bukan sebaliknya. Salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung.

      Hapus
  2. Selamat ya... To be runner up on this contest...
    Ardibryan4.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih sudah memberi kabar. Saya sendiri belum mengecek. Salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Data dan IoT, Dua Teknologi Pendukung Smart City

Perubahan zaman yang terjadi begitu cepat, perpindahan penduduk secara besar-besaran dari desa ke kota dan persaingan global yang kian tak terbendung telah menciptakan beragam persoalan di kota-kota besar di seluruh dunia, seperti kemacetan, kemiskinan, kriminalitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Di sisi lain, perkembangan teknologi mutakhir dan jaringan internet yang meluas telah menciptakan peluang tersendiri bagi para pelaku bisnis maupun pelaku kepentingan publik. Dari dua fenomena besar itulah kemudian muncul gagasan Smart City. Smart City adalah sebuah gagasan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi. Smart City menjadi solusi atas berbagai kendala yang dihadapi pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang melingkupi sebuah kota. Teknologi Internet Of Things (IoT) Sumber Gambar Internet of things adalah sebuah gagasan untu

Dedikasi 60 Tahun Astra, Inspirasi Keberlanjutan Menuju Kebanggaan Bangsa

Menjejaki usia 60 tahun bagi sebuah bisnis bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak perusahaan mampu selamat dari badai krisis bersejarah 1998 yang membangkrutkan perekonomian nasional. Satu dari sedikit bisnis yang mampu bertahan itu adalah Astra. Meski tertatih, Astra membuktikan diri bangkit dan berkembang pesat hingga berhasil menjadi salah satu perusahaan terbaik regional dalam kurun waktu kurang dari 60 tahun. Dari hanya memiliki empat karyawan, kini jumlah karyawan Astra telah membengkak hingga 221.046 yang bekerja di 198 perusahaan Grup Astra. Aktivitas bisnis Grup Astra pun berkembang pesat meliputi enam lini bisnis, yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat dan pertambangan agribisnis, infrastruktur, logistik serta teknologi informasi. Pengalaman menghadapi krisis 1998 dan kemapanan finansial yang baik membuat Astra lebih tangguh menghadapi badai-badai selanjutnya, termasuk tantangan melemahnya perekonomian global sepanjang tahun 2015 lalu. Astra bahkan masih sangg

Setangkup Mimpi Bersama Mama

Mama dulu bermimpi, menyaksikan anak Mama berdiri di atas panggung sambil memegang piala.  Lalu Mama diminta untuk berdiri di samping anak Mama disambut riuh tepuk tangan orang banyak. Wah, pasti bangga sekali memiliki anak yang berprestasi. Pernyataan itu begitu menusuk hatiku. Betapa aku telah gagal mewujudkan impian sederhana Mama. Bukan berarti aku tidak mencoba untuk mewujudkannya. Namun setiap kali mencoba, aku selalu gagal. Bahkan hingga lulus SMA, belum ada satupun piala yang berhasil aku bawa pulang. Akankah aku menyerah? Tentu saja tidak. Justru pernyataan itu menamparku untuk berusaha lebih keras lagi. Aku mengikuti beragam lomba menulis dan beberapa kali memenangkannya. Sayang, tidak ada awarding ceremony sehingga impian untuk berdiri sambil memegang piala di hadapan banyak orang masih belum terwujud. Hingga suatu ketika, aku mendapat telepon dari panitia lomba untuk menghadiri acara penganugerahan pemenang lomba blog di Jakarta. Seketika perasaanku membumbung tinggi