Langsung ke konten utama

Mempersiapkan Diri, Menyambut Manfaat Bonus Demografi

Hingga tahun 2035, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Prediksi ini didasarkan pada asumsi rata-rata laju pertumbuhan penduduk  sebesar 1,49% pertahun. Ledakan penduduk tersebut tentu akan menjadi beban tersendiri bagi pemerintah, terutama dalam pemenuhan hak-hak kependudukan dan pemerataan pembangunan. Namun melihat struktur kependudukan saat ini, dengan rasio angka ketergantungan yang semakin menurun sejak tahun 2012, Indonesia justru berpeluang besar untuk memetik manfaat bonus demografi.
Bonus demografi merupakan sebuah kondisi dimana struktur penduduk didominasi kelompok usia produktif (15-64). Akibatnya, beban tanggungan usia produktif terhadap kelompok usia non produktif mengalami penurunan. Peluang ini apabila dimanfaatkan dengan baik akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bonus demografi merupakan dampak panjang dari program pengendalian laju pertumbuhan penduduk (Keluarga Berencana) yang digalakan pemerintah sejak era tahun 70-an. Tingkat kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) mengalami penurunan secara konsisten dari 5,6 (setiap wanita usia subur akan melahirkan 5-6 anak hingga akhir masa reproduksinya) pada tahun 1970 menjadi hanya 2,49 pada tahun 2010.
Di sisi lain, keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian bayi dari sekitar 145 kematian per 1000 kelahiran pada tahun 1970-an menjadi hanya 21 kematian per 1000 kelahiran pada tahun 2010. Angka harapan hidup pun meningkat dari 50 tahun menjadi 69,8 tahun. Pada akhirnya, mereka yang lahir di era tahun 70-80 hidup dan mendominasi struktur penduduk saat ini sebagai bagian dari kelompok usia produktif. Hal ini terlihat dari survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Agustus 2013 yang menunjukkan bahwa 69,3 persen angkatan kerja merupakan kelompok usia 15-44 tahun.
Bonus demografi sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 2012 dengan rasio ketergantungan sebesar 49,6 (beban tanggungan sebesar 49-50 penduduk usia non produktif untuk setiap 100 penduduk usia produktif). Tingkat ketergantungan ini akan terus menurun dan mencapai puncaknya pada kisaran tahun 2020 hingga 2035. Pada tahun 2035, jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai angka 180 juta jiwa (70 persen dari total penduduk Indonesia), sedangkan kelompok usia non-produktif hanya 60 juta jiwa saja (30 persen dari total penduduk Indonesia). Itu artinya, setiap 10 orang produktif hanya menanggung 3-4 orang non-produktif.
Tingginya angka usia produktif dan rendahnya tingkat ketergantungan ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah tabungan nasional karena terjadi penurunan nilai pendapatan yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran kelompok usia non produktif. Apabila dana tabungan tersebut diinvestasikan pada bidang usaha produktif, maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja yang mendorong pada pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa hingga saat ini Indonesia masih berkategori lower-middle income economy dengan pendapatan per kapita mencapai 3.605,1 dollar AS, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju di dunia sebesar 12.746 dollar AS. Dengan adanya bonus demografi ini, Indonesia diharapkan mampu mengelola dan memanfaatkannya sebagai peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Beberapa negara seperti Korea, Tiongkok, Thailand dan Taiwan sudah mencicipi manisnya dampak bonus demografi terhadap pertumbuhan ekonomi negara mereka sebesar 10-15 persen. Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam sebuah laporan yang dirilis Forum Ekonomi Dunia tentang daya saing global (2014-2015) menyebutkan bahwa daya saing ekonomi Indonesia secara global berada pada urutan ke-34 dari 144 negara, masih tertinggal jauh dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing-masing berada pada urutan ke-2, 20 dan 32. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (pendidikan, keterampilan dan kesehatan) menjadi salah satu titik kelemahan yang membuat daya saing ekonomi Indonesia tertinggal dari negara-negara lain.
Di sisi lain, kekuatan daya saing ekonomi Indonesia sebagai perekonomian terbesar ke-15 dunia disokong oleh kekuatan konsumsi masyarakat yang diukur dari tingginya angka produk domestik bruto (PDB). Kekuatan ekonomi ini harus selalu ditopang dengan terus mendorong pertumbuhan investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Oleh karena itu, hal-hal yang melemahkan daya saing Indonesia (kualitas sumber daya manusia) dan menghambat investasi (kesulitan dalam mengakses permodalan, infrastruktur yang kurang memadai, korupsi, inefisiensi birokrasi) harus segera diselesaikan.
Pendidikan
Persaingan ekonomi global yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk menyerap tenaga kerja yang terampil, kompeten dan ahli di bidangnya. Di samping itu, jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahun ditambah dengan masuknya era persaingan bebas MEA sejak awal 2016 lalu membuat persaingan tenaga kerja semakin ketat, tak hanya sesama warga negara Indonesia melainkan juga persaingan dengan warga negara asing.
Atas dasar itulah, penting kiranya untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia melalui melalui penciptaan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, perluasan akses pendidikan tinggi dan peningkatan soft skill dan hard skill.
Penciptaan Pendidikan yang Terjangkau dan Berkualitas serta Perluasan Akses Pendidikan Tinggi
Angka partisipasi nasional untuk sekolah dasar mencapai 96,82 persen, SMP 77,95, SMA 59,95 dan pendidikan tinggi hanya 17,91 persen saja. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin rendah tingkat partisipasi sekolahnya. Rendahnya jenjang pendidikan yang ditempuh berimbas pada rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya daya saing masyarakat di pasar tenaga kerja nasional maupun global.
Statistik Indonesia menyebutkan bahwa 42,2 persen dari total tenaga kerja yang ada merupakan lulusan sekolah dasar. Dominasi pekerja lulusan sekolah dasar tersebut justru menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena umumnya mereka bekerja pada sektor informal yang tidak memiliki kepastian usaha/pendapatan atau bekerja di sektor formal dengan gaji yang sangat rendah. Akibatnya, harapan untuk memiliki tabungan apalagi mendorong investasi menjadi sangat sulit.

http://databoks.katadata.co.id/
Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan guna mendukung penyelenggaraan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas antara lain:
1)      Pemerataan pendidikan
2)      Penyediaan infrastuktur dan sarana prasarana yang memadai
3)      Penguatan kebijakan wajib belajar 12 tahun
4)      Pengurangan tingkat Drop Out
5)      Pemberian beasiswa
6)      Peningkatan kompetensi pendidik
Peningkatan Soft Skill dan Hard Skill
Ketua BKKBN Fasli Jalal pernah mengatakan bahwa beberapa perusahaan multinasional mengeluhkan skill gab Indonesia yang masih terbilang rendah. Skill yang dimaksud meliputi keterampilan komputer, pengusaan bahasa inggris dan sikap etos kerja tim dan kemampuan dalam menghadapi tekanan yang tinggi dalam pekerjaan. Dalam sebuah riset yang dilakukan World Economic Forum (WEForum) disebutkan juga bahwa matematika dan komputer menjadi bidang pekerjaan yang akan mengalami pertumbuhan pesat, yakni 3,21% hingga tahun 2020. Keterampilan utama dalam bidang ini adalah kemampuan analisis data seiring masuknya era Big Data.

http://databoks.katadata.co.id/

Untuk meningkatkan keterampilan dan penguasaan teknologi serta kemampuan bahasa inggris, perlu digencarkan program-program pelatihan berbasis komputer dan bahasa inggris di berbagai daerah. Sedangkan perbaikan etos kerja tim dan kemampuan menghadapi tekanan yang tinggi bisa dilakukan dengan pembinaan secara intensif.
Kesehatan
Selain perbaikan di bidang pendidikan, faktor kesehatan juga menjadi hal penting lainnya yang perlu diperbaiki serta ditingkatkan, terutama untuk mengatasi fenomena Burden of Disease, yaitu usia produktif yang tidak optimal karena gangguan kesehatan.
Adapun beberapa cara untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yakni:
·         Meningkatkan pelayanan dasar kesehatan yang merata, meliputi: peningkatan gizi, penyediaan obat-obatan yang berkualitas, pencegahan wabah penyakit, dan penanganan terhadap penyakit;
·         Kampanye pola hidup sehat;
·         Perbaikan kualitas pelayanan;
·         Perbaikan sarana prasarana;
·         Biaya kesehatan yang murah dan berkualitas;
·         Pemberian nutrisi 1000 hari pertama paska melahirkan.
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Sumber daya manusia yang unggul dan kualitas kesehatan yang memadai tidak akan mendorong produktifitas apabila tidak didukung oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja guna menyambut bonus demografi tahun 2020 nanti:
Meningkatkan UMKM
UMKM adalah salah satu tumpuan perekonomian bangsa yang terbukti ‘tahan banting’ di saat krisis sekalipun. Berdasarkan data Bank Indonesia 2016, UMKM mendominasi 99,9 unit bisnis di Indonesia dan mampu menyerap hingga 97 persen tenaga kerja. Dari angka tersebut sebanyak 87% berasal dari usaha mikro dan sisanya 3,3% berasal berasal dari usaha besar.

http://databoks.katadata.co.id/

Untuk mendorong pertumbuhan dan peningkatan daya saing sektor UMKM, perlu adanya perbaikan dari segi sumber daya manusia, produk, hingga pemasaran. Perbaikan mutu sumber daya manusia bisa dilakukan melalui pembinaan berkelanjutan; peningkatan produk melalui inovasi; dan aspek pemasaran melalui pemanfaatan teknologi digital atau pemasaran online. Dilansir dari katadata.co.id, pemerintah melalui program “Gerakan 100 ribu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) online” yang diluncurkan di 30 kota menargetkan 8 juta UMKM go online pada 2020. Melalui program ini, pemerintah akan membantu pelaku UMKM menjangkau pasar secara lebih luas sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan Akses Tenaga Kerja Wanita
Diskriminasi terhadap kaum perempuan dalam pemenuhan hak bekerja memang masih menjadi masalah di beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia. Data yang diungkapkan Bank Dunia dan BPS (http://www.indonesia-investments.com/) menunjukkan tingkat pengangguran wanita tahun 2010 sebesar 8,7% atau menurun dari tahun 2006 sebesar 13,4%. Meski mengalami penurunan, akan tetapi penyerapan tenaga kerja wanita masih didominasi bidang informal, pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria meski melakukan pekerjaan yang sama. Bidang pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja wanita adalah sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 13,7 juta dari total 45,5 juta penduduk perempuan yang bekerja.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menghapus berbagai tindakan diskriminasi terhadap pekerja wanita dan memberikan perlindungan hukum atas pelanggaran yang dilakukan.
Mengubah mindset pekerja menjadi pembuat lapangan kerja
Selama ini, paradigma lulusan adalah mendapatkan pekerjaan, bukan menciptakan lapangan pekerjaan. Akibatnya, ketika angkatan kerja semakin banyak sementara jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia mengalami stagnasi, bahkan mengalami penurunan, terjadilah pengangguran besar-besar. Data Statistik per Agustus 2016 menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan SMK mencapai 11,1 persen, tertinggi dibandingkan lulusan dengan tingkat pendidikan lainnya. Berdasarkan definisi TPT, maka pengangguran yang tinggi disebabkan oleh adanya kelebihan suplai dari sisi pencari kerja. Yakni dari 100 angkatan kerja lulusan SMK, jumlah yang tidak terserap sebanyak 11 orang.

http://databoks.katadata.co.id/

Di sisi lain, Indonesia masih kekurangan pengusaha yang menyebabkan rendahnya daya serap tenaga kerja. Sampai saat ini, jumlah pengusaha di Indonesia baru 1,65 persen dari jumlah penduduk. Tertinggal jauh dibanding negara-negara lainnya di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Apalagi negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika yang memiliki jumlah pengusaha mencapai 10 persen lebih dari jumlah populasi.

http://databoks.katadata.co.id/

Jumlah ideal pengusaha di suatu negara adalah 2 persen dari jumlah penduduk. Akan tetapi untuk mencapai target pendapatan perkapita yang baik diperlukan 6,13 juta pengusaha atau sekitar 2,5% dari populasi. Saat ini jumlah pengusaha Indonesia yang mapan sekitar 4 juta, maka masih dibutuhkan setidaknya 2 juta pengusaha lagi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memacu pertumbuhan jumlah pengusaha di Indonesia, salah satunya mempermudah akses pembiayaan terutama bagi start up bisnis dan mengurangi tingkat bunga hingga nol persen dengan negara sebagai jaminannya.
Selain ketiga hal pokok tersebut, hal lain yang tak kalah penting adalah bagaimana menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dengan memberantas tindak penyelewengan jabatan (KKN) dan inefisiensi birokrasi. Pada akhirnya, keberhasilan dalam memetik manfaat bonus demografi sangat bergantung pada upaya-upaya perbaikan dan sinergi antara pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan pemerintahan.
Referensi:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Data dan IoT, Dua Teknologi Pendukung Smart City

Perubahan zaman yang terjadi begitu cepat, perpindahan penduduk secara besar-besaran dari desa ke kota dan persaingan global yang kian tak terbendung telah menciptakan beragam persoalan di kota-kota besar di seluruh dunia, seperti kemacetan, kemiskinan, kriminalitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Di sisi lain, perkembangan teknologi mutakhir dan jaringan internet yang meluas telah menciptakan peluang tersendiri bagi para pelaku bisnis maupun pelaku kepentingan publik. Dari dua fenomena besar itulah kemudian muncul gagasan Smart City. Smart City adalah sebuah gagasan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi. Smart City menjadi solusi atas berbagai kendala yang dihadapi pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang melingkupi sebuah kota. Teknologi Internet Of Things (IoT) Sumber Gambar Internet of things adalah sebuah gagasan untu

Setangkup Mimpi Bersama Mama

Mama dulu bermimpi, menyaksikan anak Mama berdiri di atas panggung sambil memegang piala.  Lalu Mama diminta untuk berdiri di samping anak Mama disambut riuh tepuk tangan orang banyak. Wah, pasti bangga sekali memiliki anak yang berprestasi. Pernyataan itu begitu menusuk hatiku. Betapa aku telah gagal mewujudkan impian sederhana Mama. Bukan berarti aku tidak mencoba untuk mewujudkannya. Namun setiap kali mencoba, aku selalu gagal. Bahkan hingga lulus SMA, belum ada satupun piala yang berhasil aku bawa pulang. Akankah aku menyerah? Tentu saja tidak. Justru pernyataan itu menamparku untuk berusaha lebih keras lagi. Aku mengikuti beragam lomba menulis dan beberapa kali memenangkannya. Sayang, tidak ada awarding ceremony sehingga impian untuk berdiri sambil memegang piala di hadapan banyak orang masih belum terwujud. Hingga suatu ketika, aku mendapat telepon dari panitia lomba untuk menghadiri acara penganugerahan pemenang lomba blog di Jakarta. Seketika perasaanku membumbung tinggi

Dedikasi 60 Tahun Astra, Inspirasi Keberlanjutan Menuju Kebanggaan Bangsa

Menjejaki usia 60 tahun bagi sebuah bisnis bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak perusahaan mampu selamat dari badai krisis bersejarah 1998 yang membangkrutkan perekonomian nasional. Satu dari sedikit bisnis yang mampu bertahan itu adalah Astra. Meski tertatih, Astra membuktikan diri bangkit dan berkembang pesat hingga berhasil menjadi salah satu perusahaan terbaik regional dalam kurun waktu kurang dari 60 tahun. Dari hanya memiliki empat karyawan, kini jumlah karyawan Astra telah membengkak hingga 221.046 yang bekerja di 198 perusahaan Grup Astra. Aktivitas bisnis Grup Astra pun berkembang pesat meliputi enam lini bisnis, yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat dan pertambangan agribisnis, infrastruktur, logistik serta teknologi informasi. Pengalaman menghadapi krisis 1998 dan kemapanan finansial yang baik membuat Astra lebih tangguh menghadapi badai-badai selanjutnya, termasuk tantangan melemahnya perekonomian global sepanjang tahun 2015 lalu. Astra bahkan masih sangg